Belajarlah karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, dan tidaklah orang yang berilmu seperti orang yang bodoh.
Sesungguhnya suatu kaum yang besar tetapi tidak memiliki ilmu maka sebenarnya kaum itu adalah kecil apabila terluput darinya keagungan (ilmu).
Dan sesungguhnya kaum yang kecil jika memiliki ilmu maka pada hakikatnya mereka adalah kaum yang besar apabila perkumpulan mereka selalu dengan ilmu.

Kamis, 14 Januari 2010

Makna & Lafazh Salam

Dari Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- beliau bersabda:

خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ وَطُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا ثُمَّ قَالَ اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ مِنْ الْمَلَائِكَةِ فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَقَالُوا السَّلَامُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَزَادُوهُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ آدَمَ فَلَمْ يَزَلْ الْخَلْقُ يَنْقُصُ حَتَّى الْآنَ

“Dahulu Allah mencipta Adam ‘alaihissalam yang tingginya enam puluh hasta kemudian berfirman, “Pergilah kamu dan berilah salam kepada mereka para malaikat dan dengarkanlah bagaimana mereka menjawab salam penghormatan kepadamu dan juga salam penghormatan dari anak keturunanmu”. Maka Adam menyampaikan salam, “Assalaamu ‘alaikum” (kesalamatan atas kalian). Mereka menjawab, “Assalaamu ‘alaika wa rahmatullah,” (kesalamatan dan rahmat Allah atasmu) mereka menambahkan kalimat ‘wa rahmatullah’. Nanti setiap orang yang masuk surga bentuknya seperti Adam -alaihissalam- dan manusia terus saja berkurang (tingginya) sampai sekarang”. (HR. Al-Bukhari no. 3079,5759 dan Muslim no. 6227)

Dari Imran bin Al-Hushain -radhiallahu anhu- dia berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ ثُمَّ جَلَسَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرٌ ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ فَقَالَ عِشْرُونَ ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ فَقَالَ ثَلَاثُونَ

“Seorang laki-laki datang kepada Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan mengucapkan, “Assalamu alaikum?” Beliau membalas salam orang tersebut, kemudian orang itu duduk. Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: “Sepuluh pahala.” Setelah itu ada orang lain yang datang dan mengucapkan salam, “Assalamu alaikum warahmatullah.” Beliau membalas salam orang tersebut, kemudian orang itu duduk, maka beliau bersabda: “Dua puluh pahala.” Setelah itu ada lagi orang yang datang dan mengucapakan salam, “Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” beliau membalas salam orang tersebut kemudian orang itu duduk. Beliau lalu bersabda: “Tiga puluh pahala.” (HR. Abu Daud no. 5195, At-Tirmizi no. 2689, dan Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath (5/11), “Sanadnya kuat.”)

Penjelasan ringkas:

Al-Majd Fairuz Abadi -rahimahullah- berkata dalam menafsirkan makna “assalamu ‘alaika” dalam kitabnya Ash-Shilah wal Basyar fis Shalati ala Khairil Basyar, “As-Salam yang merupakan salah satu nama dari nama-nama Allah Ta’ala kepadamu, maknanya adalah: “Engkau tidak akan luput dari semua kebaikan dan berkah dan engkau selamat dari semua yang dibenci dan yang merupakan kejelekan”. Hal ini karena nama Allah Ta’ala, tidaklah disebutkan kecuali pada hal-hal yang pasti, karena terkumpulnya makna-makna kebaikan dan berkah di dalamnya (nama-nama-Nya), serta tidak adanya semua penghalang, rintangan, dan kerusakan darinya.

Dan “as-salam” bisa juga diartikan sebagai “keselamatan”, yaitu: “Semoga ketentuan Allah Ta’ala atas dirimu adalah keselamatan, yakni engkau selamat dari cercaan dan kekurangan”. Maka jika engkau mengatakan, “Allahumma sallim ‘ala Muhammad”, maka yang engkau inginkan adalah: “Ya Alllah, tuliskanlah (baca: tetapkanlah) keselamatan dari semua kekurangan untuk Muhammad dalam doanya, umatnya, dan namanya, sehingga (dengannya) doa-doa beliau semakin tinggi seiring perjalanan zaman, umat beliau semakin banyak, dan nama beliau semakin tinggi”. (Disadur melalui kitab Fadhlus Shalati ‘alan Nabi hal. 11. Lihat juga kitab Asy-Syarhul Mumti’ (3/149-150) karya Syaikh Ibnu Utsaimin -rahimahullah-)

Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa ucapan salam dan jawabannya adalah tauqifiah (terbatas pada nash). Karenanya seseorang tidak syah mengucapkan salam dengan selain lafazh yang telah diajarkan dan juga tidak syah seseorang menjawab salam kecuali dengan apa yang telah diajarkan. Lafazh yang diajarkan oleh Nabi -alaihishshalatu wassalam- adalah tiga lafazh, sebagaimana yang tersebut dalam hadits Imran bin Al-Hushain. Dan hadits tersebut menunjukkan bahwa semakin lengkap salamnya maka semakin besar pahala yang didapatkan, demikian pula sebaliknya. Adapun jawabannya maka tergantung dari ucapan salam yang ditujukan kepadanya, yang jelas jawabannya harus sama lengkapnya dengan ucapan salam yang ditujukan kepadanya bahkan lebih utama jika jawabannya lebih lengkap. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An-Nisa`: 86) Yang jelas tidak syah membalas salam dengan ucapan ‘marhaban’ atau ‘ahlan wa sahlan’ (selamat datang), dan selainnya dari lafazh-lafazh yang tidak pernah dituntukan oleh syariat.

http://al-atsariyyah.com/?p=1675

0 komentar:

Posting Komentar